Minggu, 17 Februari 2013

I Do

Can't give any swear, i only can say I Do.
Can't guarantee any thing, but i can give you my "I Do"

Can't escape the fact that i'm too coward. 
Can't totally escape my doubt, but i'll try say I Do.

Dozen of hopes will be blessed by Allah. Aamiin.

Monolog: Mendholimi diri sendiri


Bismillahirrahmanirrahim.. J
Pada kesempatan ini, saya akan mencoba menjelaskan tentang apa yang saya rasakan ketika saya membaca kisah dan penjelasan dari Surat Al-Baqoroh 67-71. Ayat ini menjelaskan tentang kisah Nabi Musa yang diminta Allah memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi. Ketika membaca ayat ini, saya teringat dengan pengalaman saya sebagai senior yang pernah mengkader juniornya ketika mahasiswa dulu dan saya mendapatkan kesan mendalam ketika membaca ayat ini.
Sebelum menjelaskan lebih jauh, silahkan dibaca dulu makna dari al-Baqoroh 67-71 ini.
ayat 67:
Dan (ingatlah) seketika berkata Musa kepada kaumnya : Se­sunggulnya AIlah memerintahkan kamu menyembelih seekor sapi. Mereka berkata : Apakah akan engkau ambil kami ini sebagai ejekan? Dia (Musa) berkata : Aku berlindung aku Allah agar tidak termasuk di antara orang-orang yang bodoh.

ayat 68:
Mereka berkata : Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya diterangkanNya , bagaimana sapi itu ?
Berkata dia : Sesungguhnya Dia ber­sabda, bahwa sapi yang belum tua benar dan tidak sangat muda, pertengahanlah di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu .

ayat 69:
Mereka berkata : Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya Dia jelaskan kepada kami, bagaimana warnanya: Berkata dia : Sesungguhnya Dia bersabda, bahwa dianya ialah seekor sapi yang kuning, berkilau warnanya, menyenangkan mereka yang melihat.

ayat 70:
Mereka berkata : Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya Dia jelaskan (lagi) kepada kami , karenasesungguhnya sapi-sapi itu serupa-serupa atas kami, dan sesungguhnya kami, Insya Allah, akan dapat petunjuk.

ayat 71:
Dia berkata : Sesungguhnya dia mengatakan bahwa dia itu hendaklah sapi yang tidak digunakan pem­bajak tanah, dan tidak peran­cah sawah, tidak bercacat, tidak ada belang padanya. Mereka berkata : Sekarang engkau telah datang mem­bawa kebenaran ! Maka mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka itu tidak sanggup mengerjakan

Begitulah respon Bani Israil terhadap perintah ini. Lemahnya iman menjadikan mereka ragu untuk menjalankan titah Sang Pemimpin, menyembelih sapi. Lemahnya iman menjadikan mereka berpikir bahwa perintah itu adalah perintah konyoll. Sehingga mereka merasa dipermainkan.
Memang Bani Israil terkenal dengan akhlaq yang sering melanggar janji.

Ayat berikutnya menjelaskan kembali bahwa memang mereka terlalu banyak alasan sehingga mempersulit diri mereka sendiri dan terlalu banyak bertanya. Singkatnya adalah ngeyelan.

Ketika membaca cara Bani Israil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberatkan ini, saya teringat dengan proses pengkaderan mahasiswa di kampus saya. Mahasiswa biasanya diberikan tugas seniornya untuk mengenakan ini dan itu, kemudian melakukan ini dan itu, dan lain-lain. Beberapa hal memang perlu untuk ditanyakan. Namun, berdasarkan pengalaman saya, pertanyaan yang biasanya diajukan dari mahasiswa baru ketika diminta untuk mengenakan pakaian atasan putih (misalnya) semacam: mas, berkerah atau tidak? Boleh di atas sikut atau tidak? Warna cerah boleh ada motifnya? Dan lain-lain.
Sebagai senior dan saya juga mengamati rekan-rekan saya yang juga menjadi pejuang pengkaderan berpikir bahwa, mereka (maba) mengajukan pertanyaan yang hanya menyulitkan diri mereka sendiri. Mereka terlalu banyak tanya hal-hal yang seharusnya tidak perlu ditanyakan. Hal ini tentu menyebabkan para senior agak merasa jengkel dan senior akan mendetailkan tugas yang mungkin awalnya tidak ada niatan untuk semakin mempersulit maba. Namun, karena pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu, senior menugaskan mabanya hal yang lebih sulit untuk dikerjakan.

Saya mencoba merefleksikan pada diri saya kemudian menghadirkan monolog dalam alam berpikir. Ya Allah, sudah berapa banyak perintah-Mu yang hamba tak laksanakan. Berapa banyak larangan-Mu yang tak jua hamba jauhi? Semua ini disebabkan oleh hamba yang sedang mendholimi diri sendiri. Hamba terlalu memperbanyak pertanyaan, mengapa Allah menurunkan surat larangan ini, apa hubungannya dengan ini, lalu meminta pentunjuk lagi yang diakibatkan keraguan yang tak perlu dan tanpa menghadirkan niat untuk menjauhi larangan tersebut.
Hamba kadang menganggap bahwa larangan ini diturunkan dalam kondisi berbeda dengan sekarang, sepertinya larangan ini tidak akan bermasalah jika hamba dekati dengan kondisi lingkungan yang demikian.
Sungguh, hamba telah mendholimi diri sendiri. Maka ampunilah hamba. Ampuni hamba. Ampunilah hamba.
Tapi Ya Allah, Engkau membekali hamba akal berpikir. Saya merasakan adanya kebaikan jika hamba berpikir mengapa Engkau menurunkan ini dan itu. Maka hamba juga memohon, ijinkan hamba memelihara akal itu sebagai bekal hamba lebih mengenalMu, sebagai bekal hamba untuk berkontribusi dalam perjuangan ini. Hamba juga memohon pada-Mu, tumpulkan kemampuan berpikir yang telah Engkau berikan jika dengan berpikir itu hamba berpaling dari-Mu. Bekukan modal yang telah Engkau beri, kemampuan berpikir, jika hamba berpikir tanpa menghadirkan niat untuk mengenal-Mu, tanpa menghadirkan niat menjalankan syariat-Mu, tanpa menghadirkan niat menjauhi larangan-Mu, tanpa menghadirkan niat menjaga PERSATUAN umat sebab hamba sangat merindu Unite as an ummah.

Sabtu, 09 Februari 2013

Diary SMA

Tidak pernah tau, apakah sesuatu yang tercetus dalam hati adalah selalu benar kemudian, mengingat keputusan yang saya buat lebih merujuk pada pilihan hati..
Maka, selalu memohon perlindungan dari Alloh atas kebodohan saya untuk membedakan mana yang baik dan buruk adalah keharusan...
Demi Allah, aq takut.......

-tentang memutuskan pilihan karena hidup penuh dengan pilihan padahal waktu tak banyak untuk mempertimbangkan banyak hal-